Patrick Star (Sloth)
Bill Fagerbakke sebagai Patrick Star dalam episode Arrgh!/Rock Bottom SpongeBob SquarePants (1999). (Nickelodeon Animation Studio via IMDb)
Teori fan menilai Patrick Star sebagai sosok yang merepresentasikan kemalasan berlebih alias Sloth. Sifat malas Patrick itu menjadi salah satu yang paling menonjol dalam cerita.
Ia dikenal sebagai karakter pemalas hingga pernah mendapatkan penghargaan karena tidak melakukan apa pun. Sifat malas juga tampak dari gaya bicara Patrick yang lambat hingga seperti meracau tak jelas.
Gary dalam episode FarmerBob/Gary & Spot SpongeBob SquarePants. (Nickelodeon Animation Studio via IMDb)
Sifat Gluttony atau rakus melekat dalam Gary, siput peliharaan SpongeBob. Gary diibaratkan menjadi sifat itu karena tidak banyak berbuat selain makan.
Bahkan, salah satu episode menunjukkan Gary kabur karena tidak diberi makan. SpongeBob juga sering memberi makan Gary dengan porsi yang berlebihan.
Plankton dalam Serial SpongeBob SquarePants. (Nickelodeon Animation Studio via IMDb)
Plankton menjadi salah satu karakter dengan kepribadian yang ikonis, yakni iri terhadap keberhasilan Mr. Krabs. Sifat itu menjadi representasi dari dosa dalam seven deadly sins, Envy atau iri.
Kepribadian itu terlihat jelas dari sikap Plankton yang amat terobsesi resep rahasia Krusty Krab. Ia melakukan segala cara agar dapat mencuri resep rahasia milik Mr. Krabs tersebut.
Tom Kenny sebagai SpongeBob dan Clancy Brown sebagai Mr. Krabs dalam episode Kenny the Cat/Yeti Krabs Patty SpongeBob SquarePants (1999). (Nickelodeon Animation Studio via IMDb)
Sementara itu, Mr. Krabs yang menjadi bos SpongeBob sekaligus pesaing Plankton juga menjadi simbol salah satu dari tujuh dosa mematikan.
Ia merupakan simbol dari Greed alias sifat serakah. Keserakahan Mr. Krabs bisa dilihat dari sifatnya yang begitu cinta dengan uang. Hal itu membuatnya mencoba mencari keuntungan dari semua yang terjadi di Bikini Bottom.
Dari sini pula berkembang teori yang lebih mengerikan, yakni Mr. Krabs adalah kanibal karena menggunakan daging kepiting untuk Krabby Patty sehingga membuat makanan itu begitu spesial dan laris di pasaran.
Rodger Bumpass sebagai Squidward dalam episode Mustard O' Mine/Shopping List SpongeBob SquarePants (1999). (Nickelodeon Animation Studio via IMDb)
Kemarahan alias Wrath juga masuk salah satu sifat dalam Seven Deadly Sins. Dosa tersebut ditampilkan dari karakter Squidward.
Karakter cumi-cumi penggerutu itu dikisahkan selalu marah terhadap tingkah polah SpongeBob, terutama ketika bersama Patrick. Ia menjadi orang yang mudah marah dan begitu sensitif.
Sandy Cheeks dalam serial animasi SpongeBob SquarePants. (Nickelodeon Animation Studio via IMDb)
Sandy digambarkan sebagai karakter yang amat kompetitif, memiliki ego tinggi, dan sangat mengagungkan asal-usulnya. Ia juga seringkali memamerkan kecerdasan dan tubuhnya yang bugar serta atletis.
Kecenderungan sombong tersebut menjadikan Sandy menjadi karakter yang identik dengan sifat sombong atau Pride.
SpongeBob sebagai karakter utama turut disorot sebagai salah satu karakter yang menjadi simbol dari Seven Deadly Sins. Meski kerap dikaitkan dengan nafsu seksual, lust dalam serial ini lebih menggambarkan perasaan SpongeBob yang berlebihan.
Sifat itu terlihat dari SpongeBob yang begitu mencintai karakter lain hingga tahap mengganggu, tanpa memedulikan respons atau sikap sekitarnya. Salah satunya adalah Squidward yang bahkan kerap tidak menganggap SpongeBob temannya.
SpongeBob juga terlihat punya keinginan kuat untuk dicintai, apa pun konsekuensinya.
Rodger Bumpass dan Tom Kenny sebagai Squidward dan SpongeBob dalam episode Man Ray Returns/Larry the Floor Manager SpongeBob SquarePants (1999). (Nickelodeon Animation Studio via IMDb)
Ketika masih hidup, Stephen Hillenburg selaku kreator sama sekali tidak mengomentari teori seven deadly sins dalam serial SpongeBob SquarePants. Namun, ia sempat mengungkapkan inspirasi di balik serial hit itu.
"Saya ingin SpongeBob begitu mencintai pekerjaannya. Saya selalu membayangkan seorang anak pergi ke McDonald's dan melihat karyawannya memasak dan berpikir itu adalah pekerjaan terbaik di dunia ini: 'Kamu bisa makan hamburger selamanya!" kata Hillenburg kepada Guardian pada 2016.
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Set of vices in Christian theology
The seven deadly sins (also known as the capital vices or cardinal sins) function as a grouping classification of major vices within the teachings of Christianity.[1] According to the standard list, the seven deadly sins in Christianity are pride, greed, wrath, envy, lust, gluttony, and sloth.
In Christianity, the classification of deadly sins into a group of seven originated with Tertullian, and continued with Evagrius Ponticus.[2] The concepts of the sins involved were in part based on Greco-Roman and Biblical antecedents. Later, the concept of seven deadly sins evolved further, based upon historical context based upon the Latin language of the Roman Catholic Church, though with a significant influence from the Greek language and associated religious traditions. Knowledge of the seven deadly sin concept is known through discussions in various treatises and also depictions in paintings and sculpture, for example architectural decorations on certain churches of certain Catholic parishes and also from certain older textbooks.[1] Further information has been derived from patterns of confessions.
Subsequently, over the centuries into modern times, the idea of sins (especially seven in number) has influenced or inspired various streams of religious and philosophical thought, fine art painting, and modern popular culture media such as literature, film, and television.
Berikut teori hubungan karakter SpongeBob SquarePants dengan seven deadly sins.
Historical and modern definitions, views, and associations
According to Catholic prelate Henry Edward Manning, the seven deadly sins are seven ways of eternal death.[18] The Lutheran divine Martin Chemnitz, who contributed to the development of Lutheran systematic theology, implored clergy to remind the faithful of the seven deadly sins.[19]
Listed in order of increasing severity as per Pope Gregory I, 6th-century A.D., the seven deadly sins are as follows:
Lust or lechery is intense longing. It is usually thought of as intense or unbridled sexual desire,[20] which may lead to fornication (including adultery), rape, bestiality, and other sinful and sexual acts; oftentimes, however, it can also mean other forms of unbridled desire, such as for money, or power. Henry Edward Manning explains that the impurity of lust transforms one into "a slave of the devil".[18]
Lust is generally thought to be the least serious capital sin.[21][22] Thomas Aquinas considers it an abuse of a faculty that humans share with animals and sins of the flesh are less grievous than spiritual sins.[23]
Gluttony is the overindulgence and overconsumption of anything to the point of waste. The word derives from the Latin gluttire, meaning to gulp down or swallow.[24] One reason for its condemnation is that the gorging of the prosperous may leave the needy hungry.[25]
Medieval church leaders such as Thomas Aquinas took a more expansive view of gluttony,[25] arguing that it could also include an obsessive anticipation of meals and overindulgence in delicacies and costly foods. Aquinas also listed five forms of gluttony:[26]
In the words of Henry Edward Manning, avarice "plunges a man deep into the mire of this world, so that he makes it to be his god".[18]
As defined outside Christian writings, greed is an inordinate desire to acquire or possess more than one needs, especially with respect to material wealth.[27] Aquinas considers that, like pride, it can lead to evil.[28]
Sloth refers to many related ideas, dating from antiquity and including mental, spiritual, pathological, and physical states.[29] It may be defined as absence of interest or habitual disinclination to exertion.[30]
In his Summa Theologica, Saint Thomas Aquinas defined sloth as "sorrow about spiritual good".[28]
The scope of sloth is wide.[29] Spiritually, acedia first referred to an affliction attending religious persons, especially monks, wherein they became indifferent to their duties and obligations to God. Mentally, acedia has a number of distinctive components; the most important of these is affectlessness, a lack of any feeling about self or other, a mind-state that gives rise to boredom, rancor, apathy, and a passive inert or sluggish mentation. Physically, acedia is fundamentally associated with a cessation of motion and an indifference to work; it finds expression in laziness, idleness, and indolence.[29]
Sloth includes ceasing to utilize the seven gifts of grace given by the Holy Spirit (Wisdom, Understanding, Counsel, Knowledge, Piety, Fortitude, and Fear of the Lord); such disregard may lead to the slowing of spiritual progress towards eternal life, the neglect of manifold duties of charity towards the neighbor, and animosity towards those who love God.[18]
Unlike the other seven deadly sins, which are sins of committing immorality, sloth is a sin of omitting responsibilities. It may arise from any of the other capital vices; for example, a son may omit his duty to his father through anger. The state and habit of sloth is a mortal sin, while the habit of the soul tending towards the last mortal state of sloth is not mortal in and of itself except under certain circumstances.[18]
Emotionally, and cognitively, the evil of acedia finds expression in a lack of any feeling for the world, for the people in it, or for the self. Acedia takes form as an alienation of the sentient self first from the world and then from itself. The most profound versions of this condition are found in a withdrawal from all forms of participation in or care for others or oneself, but a lesser yet more noisome element was also noted by theologians. Gregory the Great asserted that, "from tristitia, there arise malice, rancour, cowardice, [and] despair". Chaucer also dealt with this attribute of acedia, counting the characteristics of the sin to include despair, somnolence, idleness, tardiness, negligence, laziness, and wrawnesse, the last variously translated as "anger" or better as "peevishness". For Chaucer, human's sin consists of languishing and holding back, refusing to undertake works of goodness because, they tell themselves, the circumstances surrounding the establishment of good are too grievous and too difficult to suffer. Acedia in Chaucer's view is thus the enemy of every source and motive for work.[31]
Sloth subverts the livelihood of the body, taking no care for its day-to-day provisions, and slows down the mind, halting its attention to matters of great importance. Sloth hinders the man in his righteous undertakings and thus becomes a terrible source of human's undoing.[31]
Wrath can be defined as uncontrolled feelings of anger, rage, and even hatred. Wrath often reveals itself in the wish to seek vengeance.[32]
According to the Catechism of the Catholic Church, the neutral act of anger becomes the sin of wrath when it is directed against an innocent person, when it is unduly strong or long-lasting, or when it desires excessive punishment. "If anger reaches the point of a deliberate desire to kill or seriously wound a neighbor, it is gravely against charity; it is a mortal sin". Hatred is the sin of desiring that someone else may suffer misfortune or evil and is a mortal sin when one desires grave harm.[33]
People feel angry when they sense that they or someone they care about has been offended, when they are certain about the nature and cause of the angering event, when they are certain someone else is responsible, and when they feel that they can still influence the situation or cope with it.[34]
Henry Edward Manning considers that "angry people are slaves to themselves".[18]
Envy is characterized by an insatiable desire like greed and lust. It can be described as a sad or resentful covetousness towards the traits or possessions of someone else. It comes from vainglory[35] and severs a man from his neighbor.[18]
According to St. Thomas Aquinas, the struggle aroused by envy has three stages: during the first stage, the envious person attempts to lower another's reputation; in the middle stage, the envious person receives either "joy at another's misfortune" (if he succeeds in defaming the other person) or "grief at another's prosperity" (if he fails); and the third stage is hatred because "sorrow causes hatred".[36]
Bertrand Russell said that envy was one of the most potent causes of unhappiness, bringing sorrow to committers of envy, while giving them the urge to inflict pain upon others.[37]
Pride, also known as hubris (from Ancient Greek ὕβρις) or futility, is considered the original and worst of the seven deadly sins on almost every list, the most demonic.[38] It is also thought to be the source of the other capital sins. Pride is the opposite of humility.[39][40]
C. S. Lewis writes in Mere Christianity that pride is the "anti-God" state, the position in which the ego and the self are directly opposed to God: "Unchastity, anger, greed, drunkenness and all that, are mere fleabites in comparison: it was through Pride that Lucifer became wicked: Pride leads to every other vice: it is the complete anti-God state of mind."[41] Pride is understood to sever the spirit from God, as well as His life-and-grace-giving Presence.[18]
One can be prideful for different reasons. Author Ichabod Spencer states that "spiritual pride is the worst kind of pride, if not worst snare of the devil. The heart is particularly deceitful on this one thing."[42] Jonathan Edwards said: "remember that pride is the worst viper that is in the heart, the greatest disturber of the soul's peace and sweet communion with Christ; it was the first sin that ever was and lies lowest in the foundation of Lucifer's whole building and is the most difficultly rooted out and is the most hidden, secret and deceitful of all lusts and often creeps in, insensibly, into the midst of religion and sometimes under the disguise of humility."[43]
The modern use of pride may be summed up in the biblical proverb, "Pride goeth before destruction, a haughty spirit before a fall" (abbreviated "Pride goeth before a fall", Proverbs 16:18). The "pride that blinds" causes foolish actions against common sense.[44] In political analysis, "hubris" is often used to describe how leaders with great power over many years become more and more irrationally self-confident and contemptuous of advice, leading them to act impulsively.[44]
Acedia is the neglect to take care of something that one should do. It is translated to apathetic listlessness; depression without joy. It is related to melancholy; acedia describes the behaviour and melancholy suggests the emotion producing it. In early Christian thought, the lack of joy was regarded as a willful refusal to enjoy the goodness of God. By contrast, apathy was considered a refusal to help others in times of need.
Acēdia is the negative form of the Greek term κηδεία (Kēdeia), which has a more restricted usage. "Kēdeia" refers specifically to spousal love and respect for the dead.[45]
Pope Gregory combined this with tristitia into sloth for his list. When Thomas Aquinas described acedia in his interpretation of the list, he described it as an "uneasiness of the mind", being a progenitor for lesser sins such as restlessness and instability.[46]
Acedia is currently defined in the Catechism of the Catholic Church as spiritual sloth, believing spiritual tasks to be too difficult.[47] In the fourth century, Christian monks believed that acedia was primarily caused by a state of melancholia that caused spiritual detachment instead of laziness.[48]
Vainglory is unjustified boasting. Pope Gregory viewed it as a form of pride, so he folded vainglory into pride for his listing of sins.[10] According to Aquinas, it is the progenitor of envy.[35]
The Latin term gloria roughly means boasting, although its English cognate glory has come to have an exclusively positive meaning. Historically, the term vain roughly meant futile (a meaning retained in the modern expression "in vain"), but by the fourteenth century had come to have the strong narcissistic undertones which it still retains today.[49]
According to a 2009 study by the Jesuit scholar Fr. Roberto Busa, the most common deadly sin confessed by men is lust and the most common deadly sin confessed by women is pride.[50] It was unclear whether these differences were due to the actual number of transgressions committed by each sex or whether differing views on what "counts" or should be confessed caused the observed pattern.[51]
mungkin beberapa dari teman-teman pernah mendengar hal ini. tapi ada baiknya untuk dijelaskan terlebih dahulu agar yang lain bisa mengerti. bagi penggemar FMA pasti sudah tidak asing lagi dengan kata ini. 7 dosa besar adalah iri hati(envy), lust(hawa nafsu), gluttony(rakus), wrath(amarah), greed(serakah), sloth(malas), dan sombong(pride). mari kita bahas satu per satu tentang dosa tersebut.
Iri hati atau dalam bahasa inggrisnya envy. kata ini dari bahasa latin invidia, artinya ketidaksukaan terhadap kelebihan atau kebaikan orang lain. iri hati sering muncul karena orang lain memiliki sesuatu tetapi kita tidak memilikinya.
Hawa nafsu atau lust berasal dari bahasa latin luxuria. lust lebih diartikan ke hawa seksual yang tak terkendali, menghalalkan segala cara demi kepuasaan pribadi.
rakus dalam bahasa inggris gluttony berasal dari bahasa latin gula. rakus di sini bukan rakus akan kedudukan tetapi rakus terhadap makanan. memang makanan adalah hal pokok untuk bertahan hidup dan berkembang biak tetapi bila berlebihan akan merusak diri sendiri. maksud berlebihan seperti makan terlalu awal, makan terlalu mewah, makan terlalu banyak, makan terlalu bernafsu, suka pilih-pilih makanan atau asal makan.
amarah atau wrath berasal dari bahasa latin ira. amarah dekat dengan marah, benci, balas dendam, penolakan, dan ketidaksabaran. tetapi dari semua itu ada 1 dosa yang tidak bisa termaafkan bagaimanapun caranya yaitu bunuh diri(suicide).
tamak atau greed dari bahasa latin avaritia. greed artinya keinginan untuk memiliki semuanya. harta, kekuasaan, dan wanita. semuanya ingin di dalam genggaman. sedikit cerita kuno yaitu seorang malaikat yang bernama lucifer, karena ketamakannya ingin menjadi penguasa seperti Tuhan akhirnya dia dijatuhkan ke neraka dan menjadi iblis.
malas atau sloth berasal dari bahaasa latin acedia. sepintas dosa ini terlihat 'kecil' tetapi kita harus ingat hal besar bisa terjadi karena di awali dari hal kecil. hal kecil itu misalnya adalah tidak mengerjakan apa yang harus dikerjakan, gagal mengembangkan apa yang harus dikembangkan, dan yang paling merakyat adalah menunda pekerjaan.
sombong atau pride dari bahasa latin superbia. inilah sumber dari segala dari dosa, dialah yang pertama dari segala dosa. kesombongan pada diri sendiri. kesombongan ini semakin besar karena manusia memiliki derajat paling tinggi di antara ciptaan-Nya, semakin besarlah sombongnya sebagai makhluk yang memiliki derajat tertinggi.
kenapa saya menulis tentnag ini? jawabannya sederhana, karena tertarik. alasan lainnya mungkin terlalu suka baca FMA soalnya disana banyak dibicirakan tentang 7 dosa . 7 dosa itu berbentuk manusia ciptaan, bukan hanya manusia biasa tapi manusia yang memiliki kemampuan khusus. kesamaan dari mereka adalah mereka tidak bisa mati.
tulisan ini hasil buatan sendiri dan refenrensi dari
Serial anime Seven Deadly Sins atau dalam bahasa Jepang disebut Nanatsu no Taizai punya cerita dan karakter yang unik. Menceritakan babak peperangan Holy War yang sangat pelik, di dalamnya kita akan menemukan tujuh karakter utama yang sangat kuat. Sebagai sebuah organisasi, Seven Deadly Sins beranggotakan tujuh personil yang kuat tapi punya permasalahan tersendiri.
Para anggota Seven Deadly Sins berasal dari berbagai ras. Diambil dari simbol keagamaan, anggota di dalamnya mewakili dosa terberat. Kekuatan para anggotanya pun disimbolkan dari dosa-dosa ini. Para penggemar mungkin punya karakter favorit jika bicara soal kekuatan unik masing-masing anggotanya.
Nah, buat kalian yang mungkin penasaran sama anime ini, KINCIR ingin kasih tahu makna dan kekuatan para anggota Seven Deadly Sins. Simak baik-baik, ya!
King, Grizzly’s Sin of Sloth
King adalah sebutan yang dia peroleh sebagai pewaris Kerajaan Peri. Karakter bernama asli Harlequin ini adalah pangeran yang sangat malas lantaran dirinya hanya suka tidur dan makan saja. Parasnya pun sempat berubah menjadi gendut meski dirinya bisa berubah lagi menjadi anak kecil yang kurus.
Kekuatan King bertumpu pada senjata tombak saktinya bernama Chastiefol dan bantal besar miliknya yang bisa berubah wujud. Jika bersungguh-sungguh, King bisa membangkitkan senjatanya menjadi pembunuh yang berbahaya. Sayangnya, King benar-benar punya masalah yang pelik dengan rasa malasnya terlebih kesan acuh tak acuh pada apa pun.
Your punishment in Hell will be
You'll be thrown into snake pits. Dance, sinner, dance!
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Nanatsu no Taizai (Jepang: 七つの大罪), yang diterbitkan di Indonesia dengan judul Seven Deadly Sins, adalah sebuah seri manga shōnen Jepang bergenre fantasi yang ditulis dan diilustrasikan oleh Nakaba Suzuki. Manga ini dimuat berseri dalam majalah Weekly Shōnen Magazine terbitan Kodansha sejak bulan Oktober 2012 hingga Maret 2020, dan bab-babnya telah dibundel menjadi empat puluh satu volume tankōbon. Manga ini menampilkan latar yang mirip dengan Eropa pada Abad Pertengahan, dan kelompok utamanya merupakan para ksatria yang melambangkan tujuh dosa besar.
Manga ini telah diadaptasi menjadi seri anime sebanyak tiga musim yang diproduksi oleh A-1 Pictures dan Studio Deen. Sebuah film berjudul The Seven Deadly Sins the Movie: Prisoners of the Sky ditayangkan perdana pada tanggal 18 Agustus 2018.
Manga ini telah dilisensi oleh Kodansha USA untuk diterbitkan dalam bahasa Inggris di Amerika Utara, sementara bab-bab tunggalnya dirilis secara digital oleh Crunchyroll di lebih dari 170 negara secara serentak ketika dirilis di Jepang. Netflix memperoleh hak streaming eksklusif bahasa Inggris untuk seri anime-nya, sedangkan Funimation saat ini memiliki hak distribusi video rumahannya.
Hingga tahun 2018, Seven Deadly Sins telah terjual sebanyak lebih dari 30 juta kopi dalam sirkulasi. Manga ini memenangkan Penghargaan Manga Kodansha ke-39 untuk kategori shōnen pada tahun 2015.
Seven Deadly Sins dahulunya merupakan sebuah kelompok aktif yang terdiri dari para ksatria di wilayah Britannia (ブリタニア, Buritania), yang dibubarkan setelah mereka dituduh akan menggulingkan Kerajaan Liones (リオネス王国, Rionesu Ōkoku). Mereka disebut-sebut dikalahkan di tangan para Holy Knight (Ksatria Suci), namun berbagai rumor terus menyebut bahwa mereka masih hidup. Sepuluh tahun kemudian, para Holy Knight merencanakan kudeta dan menangkap sang raja, dan menjadi para penguasa tiran di kerajaan. Sementara itu, putri ketiga raja Liones yaitu putri Elisabeth tidak sengaja mendengarkan rencana tentang kudeta yang diusung oleh kesatria suci. Raja pun memintanya untuk pergi mencari Nanatsu dan 6 kesatria lainnya untuk menghalangi rencana kudeta tersebut dan mengalahkan musuh kerajaan yang sebenarnya dan memohon bantuan kepada mereka untuk merebut kembali kerajaan dari para Holy Knight.
SpongeBob SquarePants merupakan serial kartun hit yang menghiasi layar kaca selama puluhan tahun. Serial kartun itu menghibur anak-anak berbagai generasi lewat cerita berlatar dunia bawah laut, Bikini Bottom.
Cerita itu menampilkan kehidupan SpongeBob SquarePants bersama karakter di sekitarnya, seperti Patrick Star, Squidward, Sandy, dan Mr. Krabs.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka kerap berurusan dengan tingkah polah SpongeBob dan Patrick yang mengundang gelak tawa. Kisah mereka menjadi semakin berwarna karena setiap karakter juga punya sifat dan latar belakang yang beragam.
Namun, di balik itu, sejumlah karakter SpongeBob SquarePants diyakini memiliki makna lebih dalam, salah satunya adalah teori tujuh karakter serial itu merepresentasikan tujuh dosa mematikan atau seven deadly sins.
Ajaran yang dimuat di Alkitab itu menyebut terdapat dosa-dosa tercela di dalam ajaran Kristen. Ketujuh dosa tersebut, yakni Sloth (malas), Gluttony (rakus), Pride (sombong), Lust (nafsu), Greed (serakah), Envy (iri), dan Wrath (amarah).
Gluttony (kerakusan)
Rakus dapat diartikan sebagai keinginan untuk makan dan minum secara berlebihan. Ini bisa menyebabkan seseorang mencuri hingga tidak ingin berbagi dengan yang lebih membutuhkan.
Agar terhindar, kita bisa melatih diri dengan berpuasa dan membuat pantangan makanan tertentu.
Kemalasan adalah perasaan enggan bertindak atau melakukan hal-hal positif dalam diri kita. Ini mampu membuat kita melakukan cara curang untuk mencapai tujuan.
Untuk terhindar dari dosa ini, kita perlu memotivasi diri untuk terus bersikap tekun dan disiplin.
Itu tadi tujuh dosa pokok manusia yang menjadi akar dasar dosa lainnya. Yuk, coba kendalikan tujuh hal tersebut agar bisa hidup lebih damai!
Baca Juga: [Puisi] Bahtera dan Sebuah Dosa
Sloth is the avoidance of physical or spiritual work.
You're shiftless, lazy, and good fer nuthin'.
Diane, Serpent’s Sin of Envy
Diane adalah seorang giant alias raksasa. Jadi salah satu ras yang kuat, Diane merupakan kesatria yang sangat kuat dengan senjata palu besar bernama Gideon yang bisa menghempaskan Bumi dan seisinya. Diane mewakili simbol dosa envy alias rasa iri dan cemburu. Hal ini dikarenakan Diane punya kecemburuan mendalam terhadap manusia karena ras Raksasa dianggap aneh.
Kecemburuan Diane ini dia salurkan kepada Gideon untuk menyalurkan serangan. Kemampuan unik bertajuk Creation miliknya bisa membuat Diane mengendalikan Bumi. Usut punya usut, Diane menaruh hati pada Meliodas dan cemburu kala Elizabeth dekat. Meski begitu, Diane ditaksir oleh King yang ternyata melihat inner beauty di dalam dirinya.
Gowther, Goat’s Sin of Lust
Meskipun karakter Gowther mewakili dosa lust alias nafsu, kita melihat kalau dirinya sangat kalem. Ternyata, Gowther yang menjadi anggota Seven Deadly Sins adalah boneka buatan seorang penyihir dari klan Iblis. Inilah mengapa dirinya enggak punya hasrat lantaran tubuhnya merupakan benda mati.
Meski begitu, Gowther bisa menggunakan nafsu untuk mengendalikan lawan-lawannya. Kekuatan miliknya, Invasion bisa membuat lawannya terperdaya oleh ilusi. Gowther diceritakan punya sebuah panah bernama Herritt yang jika ditembakkan bisa membuat lawannya terkena mantra ini.
Ban, Fox’s Sin of Greed
Rasa serakah jadi salah satu dosa yang paling besar. Inilah yang menghampiri sosok Ban, manusia yang kala itu mengejar keabadian. Dalam latar belakangnya, Ban diceritakan memperoleh keabadian dengan meminum Fountain of Youth di Kerajaan Peri. Ban pun berubah menjadi immortal meski dirinya lebih suka dipanggil sebagai undead alias enggak bisa mati.
Di dalam anime, Ban adalah salah satu karakter yang cukup problematik. Berparas paling seram di antara tujuh lainnya, Ban pun punya sisi lain yang cukup menyentuh. Dia merasa punya hutang sangat besar lantaran diselamatkan oleh Elaine dari serangan Iblis Merah. Inilah mengapa Ban jadi anggota yang ingin keluar lantaran tujuan hidupnya adalah mencari dan menghidupkan kembali Elaine.